Pk 17.57, 26 Agustus
2015
Senior
Management Team
“bukan gitu maksudnya gue.
Kalau lw ngelakuin dengan cara kaya begitu mah anak SMA juga bisa nyusun program kerja yang sama kaya tahun sebelumnya. Pertanyaannya kalau memang di tahun ini bisa dilakuin, kenapa harus ngenunggu ampe tahun kerja berikutnya untuk nyelesainnya? Kalau kaya begini caranya ampe akhir tahun bisa gak dapet apa-apa kita kan! Gue mana mau gak ngehasilin apa-apa sampe akhir tahun 2015”
Hari
ini, bukan-bukan, mungkin lebih tepatnya sore ini saya disajikan bagaimana terdapat
perbedaan sudut pandang mengelola tanggung jawab diantara perspektif
orang-orang BUMN dengan perspektif seorang pimpinan yang ex. direktur
perusahaan swasta.
Salah
1 pimpinan perusahaan yang saya tempati menutup hari di ruang rapat divisi
dengan segala kritikannya yang semakin membuka mata saya tentang tata kelola
keuangan perusahaan yang ada di bawah kementerian BUMN ini. Beliau adalah
seorang pro-hire di perusahaan ini
yang tergolong sebagai “anak baru” dari sisi umur kerja karena baru “dikontrak”
sejak akhir tahun 2014 namun dari sisi pengetahuan sektor bisnis serasa senior
yang dapat diadu oleh para pegawai di perusahaan ini yang mendekati masa
pensiun.
Pertemuan
dimulai pk 15.45 di ruang rapat divisi dengan dihadiri oleh seluruh perangkat
departemen. Total ada sekitar 8 orang yang berada di dalam ruangan. Beliau
langsung bertanya yang membuat saya terperangah.
“Ini siapa yang membuat
laporan evaluasi 2015 dan proyeksi 2016? Kamu ya, Singgih?” Buru beliau yang membuat saya hampir GR karena
mengira hasil kerja akan dinilai bagus namun buru-buru saya mengklarifikasinya.
“Bukan, Pak. Ini hasil
dari teman-teman dan dibantu sama Bapak Kadept. Kajian Strategi Bisnis”,
jelas saya mencoba untuk membuka diamnya forum.
Dan
langsung saja pimpinan tersebut menguliti habis laporan dan proyeksi yang
ditampilkan di layar TV datar Samsung. Namun bukan tanpa pembelaan para Kepala
Departemen yang hadir di ruangan tersebut. Beliau-beliau menjelaskan bahwa
skema copy-paste data 2015 ke 2016
merupakan strategi yang berhubungan dengan pencairan modal atau untuk initial outlay bagi anak-anak perusahaan
baik sebagai penambahan modal, pembangunan pabrik baru sebagai strategi end-to-end business, maupun akuisisi.
Tim
kami menyajikan dalam bentuk skala prioritas program kerja 2016 yang akan
dilakukan Departemen Kajian Strategi Bisnis dan Departemen Implementasi Bisnis,
namun pimpinan kurang menerima dan diharuskan perombakan total sebab tidak
sesuai dengan Kontrak Manajemen (KM) yang pernah ditandatangani oleh pimpinan
dengan para direksi saat pro-hire di
tahun 2014.
Boom!
“Ini apa maksudnya bahwa kalian membuat ekspektasi beberapa program kerja hanya terealisasi sebesar 0% hingga akhir tahun 2015? Kenapa berhenti sampai tataran kajian dari financial advisor saja? Masa kerjaan Departemen Implementasi Bisnis hanya 0% sedangkan Departemen Kajian Strategi Bisnis mencapai 100%? Ini kalian kenapa tidak mengejar saja hingga akhir tahun 2015?!”
|| Mindset Seorang
Swasta ||
Pimpinan
terus saja mengejar argumentasi dari para Kepala Departemen yang tampak sekali dari
raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaan gaya kinerja perusahaan ini. Beliau
menasehati para Kepala Departemen untuk dapat saling berinteraksi dan menjalin
kerjasama pada setiap tanggung jawab. Beliau secara eksplisit menyatakan belum matangnya
kinerja kerjasama antara 2 departemen yang berada dibawah otoritasnya.
Dan
itu yang mungkin saya rasakan
Mungkin
bagi otak kanan saya menerjemahkan pembahasan beliau sebagai sesuatu yang menampar
bagi kinerja kami sebagai tim (khususnya pasti para Kepala Departemen merasa
hal serupa walau ada pembenaran dari apa yang dilakukan) namun rasa malu saya
tersebut tertutupi dengan BETAPA ANTUSIASNYA saya sebagai seorang anak buah memiliki pimpinan pro-hire dengan daya jelajah kritis yang
sangat detail dan runut, terlebih kemampuan beliau untuk objektif pada setiap
pengambilan keputusan.
Bagi
saya,
Yang
membedakan pemimpin dengan pimpinan adalah kemampuan pemimpin menggerakkan orang
di sekelilingnya untuk meyakini mereka bahwa kita akan mewujudkan suatu hal.
Yang
paling utama menurut saya,
Di
setiap saya mendengar ucapan beliau, selalu timbul rasa optimisme untuk
melakukan suatu hal alih-alih sekedar
mendapatkan kompensasi tiap bulan yang ditransfer ke rekening saya dari
perusahaan. Tidak hanya melakukan namun juga mewujudkan. Saya pun secara fair juga memandang beliau sebagai
seorang pimpinan karena tanpa tanda tangannya bisa-bisa membuat kompensasi bulanan
saya ditransfer di tanggal 47, Hahaha…
Mungkin
saya menyingkatnya menjadi sejauh mana
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain -lah yang membedakan pemimpin
dengan pimpinan.
Pimpinan
hanya berada di ruangan rapat sekitar 30 menit saja dengan meninggalkan
keporak-porandakan di semua hasil pekerjaan kami. Super sekali… Beliau ada urusan mendadak yang membuat kami menunggu
di ruang rapat karena menimbulkan pertanyaan bagi tim apakah akan menyambangi
kembali atau dilanjutkan keesokan harinya.
Ketika
beliau mengobrak-abrik poin-poin evaluasi 2015 & proyeksi 2016, saya
berpikir,
apa yang harus dilakukan oleh staf pendatanng baru (atau saya lebih suka menyebut diri saya sebagai calon pimpinan masa depan perusahaan #yes) seperti saya ini ketika terdapat konflik antara senior management team ditengah arus transformasi yang sedang digalakkan direksi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar