Pk 16.19, 16 Juni 2015
Lipstik
Hari
yang nampaknya (kembali) membosankan karena masih serasa hilang arah di Divisi
perusahaan ini yang memang relatif sangat baru terbentuk. Walaupun begitu tetap
rasa penghormatan dijunjung kepada 3 pimpinan setara Kepala Departemen yang ada
di ruangan.
Dan
ditemani oleh 1 rekan kerja perempuan yang sifatnya berbeda 180’ dengan saya.
Sebuah keunikan karena terkadang kami saling menyesuaikan diri dengan
sifat-sikap masing-masing.
Sejujurnya
Saya
belum terlalu kenal dengannya, mungkin karena inisiatif saya yang juga kurang
untuk lebih mengenal maupun memahami rekan-rekan gelombang 1. Entah… Apakah ini ada hubungannya dengan
beberapa kekecewaan yang pernah dialami. Partner saya tersebut merupakan
anti-tesis dari Singgih Setiadi yang mencoba terus berubah dari masa lalunya.
“Singgih, coba deh
lihat ada yang berbeda gak sama aku?”, partner saya
bertanya serius
“Apa ya, nampaknya
semua terlihat baik-baik saja”, saya menjawab dengan
datar
“Hah, beneran? Kalo
menurut kamu, aku lebih cocok pakai lipstik warna merah atau pink?”,
teman saya kembali bertanya. Dan kali ini saya hanya bisa mengernyitkan mata
sembari berjalan perlahan di depannya.
“Sejujurnya
(menyebutkan namanya), saya tidak memperhatikan lipstik atau bibir kamu, (menyebutkan namanya)”, jelas saya dengan menghentikan
langkah didepannya, menoleh, & sedikit tersenyum ke dia karena kaget dengan
pertanyaannya.
“Singgih mah gitu.
Kurang perhatian. Masa kamu gak lihat hasil lipstiknya?”,
timpal dia.
Saya
tertawa dalam hati & sedikit tersenyum dalam rupa mendengar ucapannya.
Untuk apa juga saya harus (atau sengaja) melihat bibir maupun lipstik yang dia
pergunakan. Dan kenapa juga dia harus menanyakannya. Dalam konteks partner
kerja, mungkin pertanyaannya mengacu pada keinginan untuk membangun hubungan
diantara kami sebagai partner kerja di dalam 1 departemen. Departemen yang
sangat baru & (sejatinya) sangat aplikatif.
Namun
Saya
tertarik pada 1 pernyataan, “Singgih mah
gitu. Kurang perhatian”.
Sudah
lama nampaknya saya melepas jubah masa lalu untuk tidak terjerat pada keluangan
waktu. Rasanya sudah tertinggal jauh sekali dengan teman-teman sepermainan
dulu. Hal tersebut memicu saya untuk mengurangi “kepedulian” kepada hal-hal
sekitar. Entah dampaknya akan terlihat individualis, sinis, atau egois karena
memang akan lebih fokus pada perbaikan diri maupun pencapaian target untuk
mengurangi dampak kesalahan masa lalu yang kerjaannya hanya membuang waktu. Saya ingin fokus pada diri saya…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar