Pk 10.01, 24 Maret
2016
Amanat Atasan
“Singgih…
untuk saat ini, Biro kita masih melakukan hal-hal yang sama seperti tahun
kemarin. Hal-hal yang bersifat rutin. Karena memang beberapa pekerjaan yang
saya kerjakan di tahun kemarin sudah dibagikan ke biro lain setelah terjadinya
restrukturisasi.
Saya
berharap kepada Singgih dan Dien saling bekerjasama dengan baik untuk membuat
sebuah inovasi. Sesuatu yang baru. Bukan sekedar menyelesaikan pekerjaan rutin…
Kalau
Singgih ada ide gila maka sampaikan saja, saya terbuka sekali dengan hal
tersebut. Kalau memang ide gilanya belum sempurna pun maka dapat menyampaikan
ujung awal dan outputnya saja tidak apa-apa untuk kemudian kita diskusikan…
Pak
DU saat ini sedang membuka kesempatan keran ide gila yang dapat diaplikasikan.
Saya ingin membawa kamu dan Dien jika sudah ada yang ingin diutarakan untuk
kita bersama-sama menghadap beliau. Jika sudah melakukan itu maka saya siap dan
bisa membuat kamu untuk Go Public…”
Pesan diatas merupakan amanah dari
atasan langsung saya berkaitan dengan apa yang sebaiknya saya dan partner kerja
lakukan untuk biro ini secara khusus maupun berdampak bagi perusahaan secara
umum. Sebenarnya saya suka sekali berbicang dengan beliau (katakanlah) selepas jam kerja kantor karena beliau memiliki
pengetahuan maupun pengalaman di perusahaan ini yang sangat valid dan berguna
bagi karier maupun secara personal kedepannya. Saya menghormati beliau
sebagaimanaa layaknya seorang atasan namun juga menaruh rasa patuh saya kepada
beliau sebagaimana kepada orang tua saya.
Dilain waktu saat sedang kosong, beliau
kadang sering bertukar pikiran dan berbagi “resep” bagaimana mensiasati
pendapatan yang dapat dikatakan “cukup” dari perusahaan ini untuk tetap dapat
(konkritnya) membangun rumah dan melakukan investasi tanah, bangunan, serta hal
lain seperti masuk ke dalam bisnis Uber yang (menurut saya) menunjukan beliau
visioner dalam “mempersiapkan” masa pasca pensiun yang akan dihadapi 5 tahun
mendatang.
Berkaitan dengan penciptaan ide inovatif
ini merupakan hal yang (dulu) saya sukai dengan metode ATM yaitu Amati, Tiru,
Modifikasi. Untuk urusan risk management,
saya merupakan “newbie” yang tentunya masih butuh role model untuk menerapkan best
practice dari para sesepuh penguasa metode risk review dan compliance.
Terhitung sudah sekitar 3 bulan atau
sejak 13 Januari 2016 saya bergabung dan atau dipindahkan ke Biro ini namun
saya merasa belum memberikan “sumbangsih” yang konstruktif. Entah standar saya
yang ketinggian, realita bahwa memang saya lamban belajar, atau karena by default untuk menyesuaikan di Biro ini
butuh waktu yang cukup lama.
Semoga saya bisa menuliskan hal positif
dalam jangka waktu 4 bulan setelah saya bergabung ke Biro ini. Biro Tinjauan
dan Jaminan Resiko (Risk Review &
Assurance Bureau).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar