|| 2012 - Januari - 16 || Pilar Nusantara (PINUS)

Para mahasiswa harus bangkit dari Keterpurukan dan Keterasingan untuk melawan ketertindasan sosial di dalam negeri (Sutan Syahrir)


16 Januari 2012,
Terhitung dari bulan Mei 2011 hingga Januari 2012,
Sama seperti proses lahirnya sebuah Bayi, yang telah dikandung selama 9 bulan lebih, Bayi yang masih, harus, dan terus menerus belajar untuk bangkit. Proses melelahkan dari Sang Ibu untuk membentuk dan berjuang melahirkan Jabang Bayi ke dunia. Sang Bayi yang terlahir dari rahim Kepedulian terhadap ketertimpangan sosial di daerah. Tercipta dari benih Semangat mengajarkan makna pendidikan.

Sang Ibu yang mencoba membuka mata Sang Bayi untuk melihat keadaan Indonesia. Pemandangan Ketertimpangan dan Penindasan Sosial. Proses ini bukan usaha pribadi, tetapi kolektivitas murni dari semangat Sang Ibu untuk mengajarkan kepada Sang Bayi tentang Perjuangan, tentang Indonesia,

Sebuah kosakata nama yang mungkin aku tak tahu apa maknanya, terlahir, dari sebuah proses panjang,
Pilar Nusantara




Sungguh, lelah dari Sang Ibu serasa terbayarkan sesaat proses Pelepasan 30 Pengajar Terpilih dari yang Terbaik se-Universitas Indonesia. Untuk mengajarkan makna berani bermimpi bagi anak-anak di daerah sana. Cara rasionalitas berpikir mahasiswa membuat kita sah-sah saja untuk menghapus tujuan mulia memberantas buta huruf selama 23 hari di daerah terpencil.

Tetapi bolehkah saya dan Sang Ibu untuk berani mengarahkan kepada 30 Pengajar agar mereka setidaknya mampu membuat anak-anak untuk mencintai sekolah? Membuat anak-anak untuk lebih menghargai sebuah buku untuk dibaca agar mereka mampu melihat dunia?

Tentu, Proses ini tidaklah mudah, tetapi layaknya harapan seorang Ibu kepada anaknya.agar mampu memberikan yang terbaik bagi Negara atau setidaknya melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri dahulu (Bukankah begitu kata Aa Gym?)


Mereka adalah Pengajar, 30 Pendidik Gerakan UI Mengajar



16 Januari 2011, Hari ini, mereka, Terpilih dari yang Trebaik, Pilar Nusantara menunjukkan kemampuan dan bakat dari mulai teatrikal dan musikalisasi puisi hingga bernyanyi. Meraka yang telah mndapatkan keadilan sosial dalam sekat-sekat pagar entitas lembaga bernama universitas. Mereka yang telah mendapat tanggungan biaya hidup dari orang tua, beasiswa, atau bahkan mencari pemasukan pribadi. Mereka yang telah mendapat fasilitas ruang kelas sejuk, hingga WC yang beradab. Meraka yang selalu mendapat fasilitas bacaan gratis 24 hari sehari hingga 7 hari per minggu.

Dan berbagai kebutuhan itu akan mendampingi mereka selama 4 tahun di kampus!

Di sudut Garut sana, telah menunggu ribuan anak sekolah dari 5 SD di 2 desa. Ada yang berceloteh menempuh berjam-jam untuk mencapai sekolah. Ada pula yang bercerita Sang Anak berangkat sesaat setelah Shubuh untuk mencapai sekolah tetapi mandi di sungai dahulu yang relatif kotor, alhasil badannya korengan. Maklum, berkeringat. Sampai di sekolah pun mereka duduk dengan pengajaran yang konvensional menyentuh ortodok. Buku yang menjadi prioritas terakhir dalam list kebutuhan mereka karena jangankan buku, makan saja dengan Rebung atau Cabai + Garam + Nasi.

Dan itulah yang akan mereka alami selama 6 tahun pendidikan dasar!


Tak ada harapan yang yang tercipta bila bermimpi itu tidak dimulai dengan sebuah kata?
Tak perlulah keliling dunia, bila bahagia tercipta dengan cukup bisa membaca?
30 Pengajar melepas Jaket Kuning Kebanggan mereka,
Menjadi seorang Guru, Garda Terdepan dari Pendidikan Bangsa, Kemajuan sebuah Peradaban.

Sebuah Misi Tercinta untuk Ibu Pertiwi,
23 Hari dari Masa Kuliah Kami, untuk lebih mengenal bangsa ini,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar