Pk
20.30, 15 Maret 2014
Apa
Yang Dikatakan Tan Malaka & Dilakukan Flohope Indonesia
“Bila kaum muda yang telah belajar di
sekolah menganggap dirinya terlalu tinggi & pintar
untuk melebur dengan masyarakat yang
bekerja dengan cangkul
dan hanya memilki cita-cita yang
sederhana,
maka lebih baik pendidikan itu tidak
diberikan sama sekali!
-Tan Malaka-
||
Pk 09.00 - 12.00 ||
Pagi ini tanpa sadar
gue udah menghabiskan 2 cangkir rinso hangat di teras rumah sambil membaca
brosur servis AC minggu lalu, entah apa yang gue pikirkan selain dirinya #ahelah. Gue agak termangu memandang
sederet piala dan piagam yang gue raih selama di FEUI, gue lihat dengan jeli,
ternyata benar bahwasanya bukan nama gue yang tertera dalam penghargaan
tersebut (lhoh?). Entah jin apa yang merasuki raga gue semalam hingga gue baru
bangun saat Dhuha, ini sungguh memalukan buat gue, karena biasanya saat Shubuh
gue sudah melangkah menuju surau samping rumah sembari merapal namanya #ahelah.
SMS hari Jumat lalu
dari Melgit meminta gue untuk mengajarkan mata pelajaran Ekonomi untuk Paket C
di PKBM, Desa Susukan. Jika naik motor dari Depok membutuhkan waktu sekitar 1
jam, sama halnya dengan naik KCL lalu dilanjutkan dengan naik angkot, berbeda
rasanya jika naik motor bersama dirinya yang kalo nyasar pun berasa kaya lagi
menuju negeri khayangan #ahelah.
Pagi ini gue baru me-review bahan Ujian Nasional & RPP
yang diberikan oleh Melgit untuk diajarkan pada peserta PKBM Nurul Jannah,
tempat Research & Community
Empowerment tim Flohope Indonesia melakukan social movement. Alhamdulillah
seluruh bahan sudah relatif gue kuasai karena pertengahan 2012 pernah sekitar
beberapa bulan juga mengajar di Rumah Belajar BEM UI dengan peserta 5 cowok, 4
cewek, 3 makhluk astral dan 2 makhluk bersayap. Hasilnya gue menyarankan kepada
mereka saat ujian berlangsung baiknya pakai kemeja agar bisa hitung kancing
kalau kepentok ga nemu jawaban. Kalau bisa yang pake kerudung maka pake hijab
model terbaru yang ada kancingnya.
||
Pk 12.00 - 13.30 ||
Setelah berpacu sama
truk pasir, truk sampah, 2 ekor cheetah,
3 puma, sama 1 singa (ini jalan Kampung Rambutan apa jalan di kebun binatang
Afrika coba) akhirnya gue tiba juga di PKBM Nurul Jannah, Desa Susukan, buat
para silent reader sekalian,
sebenarnya Tim RnCE sudah melakukan tahap assessement
dan treatment dari sejak Juni 2013
dan melakukan kegiatan yang namanya Sanggar
Bakat namun karena masalah internal Flohope Indonesia yang membuat kegiatan
ini tidak terekspos dengan baik. Gue kembali mengingat semangat apa yang dulu
pernah dia kirim melalui Whatsapp #ahelah, tetiba terlintas perkataan Pak
Adeng (Kepala Sekolah PKBM Nurul Jannah) kepada kami, para mahasiswa UI yang
akan melakukan kegiatan disini.
“iya Kak, anak disini butuh semangat,
motivasi, atau kepercayaan diri yang bisa dikasih sama anak-anak mahasiswa UI. Biasanya
setelah lulus mereka pada kawin, ada juga yang jadi buruh bangunan, kerja di
bengkel, atau ngapain gitu kak.”
Sebagai informasi
tambahan, PKBM Nurul Jannah ini “disisihkan” oleh aparat negara sekitar karena
“tidak maunya kerjasama dengan mereka” #shit
sehingga sampai pernah “dikerjain” ada sekitar 60-an anak yang tertolak tidak
bisa ikut Ujian Nasional Paket akibat “sistem yang bermasalah”
||
Pk 13.30 - 15.30 ||
Alhamdulillah saat gue
ngajar, ada sekitar 6 siswa yang hadir, 3 cowok, 3 cewek, mungkin mereka sudah
mendengar kabar dari Radio Republik Indonesia bahwa ada finalis Dangdut Academy Indosiar yang akan
ngajar ekonomi. Selama 2 jam ngajar, sangat terlihat keterbatasan para siswa
dalam memahami ekonomi, jika secara teori masih bisa, namun secara hitungan
matematika amat sangat terbatas dan cenderung kalah dibandingkan peserta Paket
C Rumah Belajar BEM UI. Entah mengapa saat mengajar terlintas di otak gue yang
kopong ini rekan-rekan yang belajar serius di perpustakaan FEUI, yang menikmati
ujian statistika sementara gue berusaha menyuntikkan virus campak agar bisa
dapet surat izin, yang teriak menuntut perubahan di depan gedung DPR-MPR,
sementara ketika lulus maka mencari kerja, mencari jodoh, mencari uang. Entah
itu sepenuhnya benar atau ada hal yang kurang, entah gue suatu saat, kelak juga
akan mengikuti rutinitas tersebut atau enggak. Rasanya idealisme yang dipegang
seperti idealisme koran kemarin sore.
Gue membuat susunan tempat
duduk letter U untuk membuat suasana
yang berbeda. Tercatat nama Alin, Ranti, Nia, Mugni, Sandy, Reza. Secara
intelektualitas hanya Nia & Sandy yang bisa mengikuti penjelasan matematika
ekonomi gue. Gue harus mengajar dengan cara berbagi pengalaman saat di tahun
ke-2 jualan flashdisk untuk
menjelaskan skema pasar input-output. Gue harus menjelaskan gimana gue melihat
peluang membuka perasaan dengan dirinya untuk menggambarkan pasar persaingan
sempurna, oligopoli, & monopoli saat keimanan gue berbeda jauh dengan
dirinya #ahelah. Gue jadi inget yang
dibilang Pak Rhenald Kasali benar adanya bahwa tantangan orang cerdas itu
adalah membuat simplifikasi dari suatu masalah dan menyampaikan dengan baik
kepada orang yang belum paham. *pasang dasi kupu-kupu*
Dengan intelektualitas
gue yang setara Homer maka alhamdulillah
soal teori dapat dimengerti oleh hampir seluruh murid paket C yang umurnya
masih pada muda-muda banget. Paling tua lahir di tahun 1997 cing! Yang ngebuat gue mutusin akan make
helm aja pas ngajar selanjutnya *brb beli helm cetok*.
Keterbatasan pemahaman
matematika pada salah satu peserta didik semakin terlihat jelas ketika untuk
hitungan tambahan dan pembagian manual saja masih harus diajarkan kembali. Dan untuk
menuliskan empat puluh ribu lima ratus
rupiah masih ditulis dengan hasil
seperti ini -> Rp 40.0500. Ini bagaimana nanti yang mengisi pos-pos
kelurahan kelak. Ini bagaimana nanti para generasi muda penerus Ruhut Sitompul.
Ini bagaimana nanti yang akan jadi pagar bagus pas buat nikahan gue kelak. Lalu
dari arah atas, kamera menyorot wajah gue yang panik sambil menyeringai dan
ngejambak rambut orang sambil ada efek berputar-putar.
|| Pk 15.30 - 17.00 ||
Gue mengajar dengan
menggunakan jaket kuning, daripada pake jaket motor takut nanti diberhentiin
ama emak-emak nenteng buncis ama kacang buat dianter ke rumahnya, bahaya. Banyak
yang heran kenapa gue ngajar pake jaket kuning, namun gue memahami keterbatasan
mereka dalam berpikir jangka panjang, mungkin mereka pun masih belum tahu apa
kepanjangan dari lirik ampera dalam
lagu UI. Selama ini jaket kuning hanya diperlihatkan dalam kotak televisi
dengan penggambaran membawa bendera BEM mengatasnamakan membela rakyat, namun
tidak hadir secara fisik di dekat rakyat. Selama ini jaket kuning hanya menjadi
pemandangan dalam liputan berita tanpa memberikan pandangan secara langsung
kepada grass root akan Indonesia yang
lebih baik.
Jika jaket kuning
menjadi suatu kebiasaan hadir di jalan prokoler Jakarta, lalu kenapa Jaket Kuning
TIDAK HADIR DI PELOSOK TEMPAT RAKJAT YANG DIBELA? Ada yang bilang apa ga malu kalau
pakai jaket kuning di kegiatan yang dekat dengan rakyat? Gue lebih malu kalo
jaket kuning TARUH RAPIH DI DALEM LEMARI DENGAN HANYA SEKALI DIPAKAI PAS
NYAMBUT WISUDAWAN ATAU CUMAN BUAT NGEJUAL BUNGA. Ada yang bilang apa takut ga
dikira sombong sama orang-orang desa yang mandang pakai jaket kuning? Gue lebih
takut kalo jaket kuning suatu saat hanya DIANGGAP PEMBUAT MACET OLEH
ORANG-ORANG YANG MERASA DIRINYA PINTAR.
“pernah disini yang buat kami jadi
bingung Kak, pas ada yang bilang buat apa
sih sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya juga ga sukses. Mendingan saya cuman
lulusan SD sekarang udah punya toko kelontong”
(dan sampai detik ini gue belum menemukan
jawaban yang tepat untuk pernyataan diatas)
jawab gini nggih, "kalo kamu kuliah di UI, toko kelontong kamu bisa ada 40 karena dibantuin sama temen-temen kuliah kamu"
BalasHapus