|| 2018 - Juni - 15 || #UjianTuhan, Arti Keluarga


Pk 00.30, 15 Juni 2018
Arti Keluarga






|| Keahlian yang Telah Lama Hilang ||
Dulu saat kuliah di tahun pertama hingga terakhir, saya menganggap bahwa menulis adalah sebuah keahlian yang patut dibanggakan, ketika mampu menerjemahkan rangkaian imajinasi di dalam benak hingga menguraikan struktur kalimat yang mudah dipahami oleh pembaca, tentu akan lebih bahagia ketika pembaca memahami makna imaji kita dan menerapkan ke dalam aktivitas personal. Begitu intim rasanya.

Namun hal tersebut rasanya benar-benar luntur di dalam diri, tercatat 1 tahun lalu saya menulis di blog ini. Pasti ada sebab musababnya, salah satunya adalah dalam 1 tahun ini jumlah buku yang saya baca dan selesaikan tidak lebih dari jumlah jari di dalam 1 tangan. Membaca adalah asupan nutrisi bagi imajinasi dalam kerangka berpikir dan menulis. Ketika jarang membaca maka diri akan membuat limitasi yang tidak mampu mengolah kata.

Dan sebagaimana tulisan 1 tahun lalu, tulisan ini pun dipicu oleh sebuah kegelisahan, kekhawatiran, dan rasa takut yang secara terstruktur hingga di hati. Sebuah pertanda yang bisa menjadi pengingat atau sekedar lewat saja di dalam hati.





|| Keluarga ||
Bila dalam suatu keluarga terjadi suatu permasalahan maka saya percaya bahwa hal tersebut bukanlah timbul akibat dari satu pihak saja melainkan terikat secara paralel, yang artinya setiap anggota keluarga memiliki peranan maupun kontribusi terhadap timbulnya masalah tersebut, terlepas dari besar dan kecilnya.

Perbedaan zaman dan sudut pandang dalam melihat satu permasalahan pun bisa sangat jomplang antar generasi X, Y, dan milenial.

Apa yang terjadi malam ini benar-benar membelalakkan mata hati bahwasanya saya turut berkontribusi ke dalam pembentukan karakter yang begitu berbeda dari yang diharapkan. Tentu tidak serta-merta langsung blaming bahwa hanya kedua orang tua yang menjadi panutan, namun setiap pihak harus dapat menjadi role model bagi pihak yang “membutuhkan”.



|| Keinginan & Kenyataan ||
Sebagai manusia normal, kita seringkali merubah harapan, ada yang inginnya menjadi yang dominan, ada yang menerima kenyataan dengan lapang dada, dan bukan tidak mungkin ada yang menginginkan orang lain bisa lebih baik di mata kita alih alih ketidakmampuan kita dalam menangani suatu masalah.

Menurut saya, seorang anak secara lahiriyah memiliki komponen dan atau variable sifat, perangai, sikap, atau hal lain yang menginduk kepada orang tua. Pada awal kelahiran akan dominan namun lambat laun akan tergerus (atau lebih tepatnya beradaptasi) dengan lingkungan sosial di sekelilingnya. Orang tua lah yang akan menjadi “panglima” dari tindak tanduk anaknya, mana yang harus disesuaikan dan mana yang sebaiknya tidak ditiru. Masalah akan muncul begitu orang tua tidak memiliki pedoman mana yang sebaiknya disesuaikan dengan kebeutuhan sang anak. Pedoman tersebut bisa berasal dari pengalaman langsung orang tuanya maupun memori atas berbagai pengamatan secara tidak langsung.

Malam ini mengajarkan banyak hal, malam yang mencekam di tengah situasi takbiran yang seharusnya seluruh anggota keluarga bersuka cita bersama namun yang ada hanya teriakan, kekecewaan, dan tangisan. Seakan-akan menjadi pertanda buruk masa depan seseorang.



|| Persiapan Masa Depan ||
Sebagai orang normal, tentu apa yang terjadi pada mala mini bisa menimbulkan kecemasan atas ketidakpastian di msa depan ketika merajut keinginan dalam berumah tangga. Entah berapa probabilitas kejadian ini akan menjadi nyata, hanya saja kepastian itu pasti ada, entah berapa kali akan datang dalam ruang kebersamaan antara dua insan.

Mudah sekali memang mengucapkan “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Setiap anak Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang (mau) bertobat”, namun dalam pengaplikasiannya sungguh maha berat, sebab harus menjadi pribadi yang konsisten dalam melakukan perbaikan.

Sejujurnya saya ga bisa ngomongin lebih detail tentang apa yang terjadi malam ini di rumah saudaram kami, di Purwokerto, daerah Baturaden, sebab hanya membuka aib saja, namun itu menjadi pelajaran yang amat membekas untuk mendidik seorang anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar