|| 2012 - Juni - 10 || Renungan Ciliwung, tentang Malam, Teman, dan Kesuksesan

10 Juni 2012,
Renungan Ciliwung, tentang Malam, Teman, dan Kesuksesan

Sudah kesekian kalinya saya terus menapaki hidup yang baru bersama Sandi Pardamean, di wilayah Ciliwung, tepat di Bantaran Kalinya, wilayah Bukit Duri, dekat dari SMAN 8. Dari sekian banyak kegiatan social yang saya lakukan selama kuliah di FEUI, hanya ada 2 yang sepertinya benar2 menancap kuat akar kedekatan individual dengan masyarakat, yaitu Gerakan UI Mengajar dan #saveCiliwung ini.

Sejujurnya,
Tahapan assessment yang dilakukan di 2 program yang disebutkan diatas mengalami evolusi pemahaman dari dalam diri saya, mencapai tingkat penyempurnaan, dan hasilnya, semakin kesini semakin menyadarai bahwa butuh sebuah pengorbanan dalam setiap tindakan. Pertanyaan selanjutnya adalah :
“Apakah Saya Benar-Benar Siap?”


Ruang BEM FEUI, sekitar bulan Juni 2010
Saya terlibat perbincangan serius-santai bersama Ketua BEM FEUI 2010 beserta Korbid Sospolnya, ketika bergabung di dalam tim Desa Binaan FEUI 2010, pertanyaan polos terlontar terkait apa makna pragmatis dan ideal dari seorang mahasiswa, dan jawaban mereka pun sudah terlupakan oleh saya, Hhehe


Posko Ciliwung, RT.04, RW11
Malam itu sudah menunjukkan Pk 21-an dan saya masih mengobrol bersama warga dan Ketua RT yang cukup nyentrik. Tanpa bluffing, malam itu benar2 terasa tenang dan langit penuh bintang, dan seketika ketenangan di dalam diri saya terusik saat pak RT bertanya :
Gih, temen-temen pada kemana? Ajaklah kemari…”

Dengan kecepatan supersonik, pikiran saya terbang melayang melintasi dimensi jalan Pasar Minggu, menembus kemacetan, dan pikiran itu sampai di gerbang Universitas Indonesia. Terlintas bayangan teman-teman yang sedang mengerjakan skripsi, atau bahkan sudah melintasi Negara lain untuk konferensi, membawa piala kompetisi, membuat bangga diri sendiri dan teman-temannya. Sementara saya masih bergulat dengan kegiatan social yang mungkin sangat lama mencapai kesuksesan ini. Berkorban waktu, tenaga, bahkan sampai pikiran yang menguras uang. Pada suatu titik pernah saya berpikir ekstrim,


Apakah ini yang dinamakan Kesuksesan? Atau malah hanya menjadi Pelarian?


Seringkali setiap kegiatan yang saya lakukan berbuah pada pemikiran bahwa itu hanya menjadi pelarian dari setiap kebodohan akademik yang saya lakukan di FEUI. Terkadang sinis dengan kesuksesan yang diraih orang lain dengan tameng trade-off antara kesibukan pengabdian masyarakat dan kegiatan akademik.

Dan malam itu,
Idealisme ini berguncang hebat kembali. Pada titik terendah,
Tetap pada kondisi sekarang, atau mundur beberapa langkah lalu diam?


Apakah pengorbanan yang saya lakukan sudah cukup membahagiakan orang lain? Masyarakat Ciliwung? Cikangkung? Kp.Gedong? Rangkapan Jaya? Atau orang tua? Atau bahkan diri saya sendiri?


Di saat teman-teman mahasiswa lain sudah meraih prestasi atau kesuksesan mencapai luar negeri, IPK tinggi, memenangi kompetisi, atau bahkan menyusun skripsi? Sementara saya masih berkutat dengan pengorbanan tanpa batas akhir ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar