|| 2015 - Maret - 16 || (Jangan) Mendongak ke Atas

Pk 19.45, 16 Maret 2015
(Jangan) Mendongak ke Atas






|| Mendongak ke Atas ||

Sabtu malam Pk  19.15, 14 Maret 2015 menjadi waktu kelabu bagi saya. Setelah berpacaran dengan banyak kegiatan di daerah Bogor sembari memeluk mesra pengetahuan, membekap dan membaginya kepada orang-orang yang membutuhkan, membuat saya terlena untuk lebih menjaga diri di keramaian umum.

Pk 18.03 kereta Commuter Line jurusan stasiun Kota membawa saya, Pak Taufik, Luluk (Nuriyah), dan Yuvita (Cahya Ningrum) untuk menaruh kami di staisun yang menjadi tujuan kami. Kami ber-4 baru saja “berpacaran”. Jika arti dari berpacaran adalah membagi perasaan dan kasih sayang maka itu yang kami lakukan di Lapas Paledang, Bogor sedari waktu Dzuhur hingga menjelang Maghrib. Kami (mewakili Flohope Indonesia) membagi pengetahuan kepada sekitar 40-an tahanan dalam 1 ruangan berukuran gudang atau aula kecil yang kami miliki dari Ekonomi, Bahasa Indonesia, Matematika, Akuntansi, Membaca,, Menghitung, Berpidato, apapun itu yang bisa membuat para tahanan remaja hingga orang tua mampu mendapatkan hak pendidikan secara cuma-cuma.

Yang namanya sunatullah memang pasti terjadi. 
Namun tidak semua yang diberikan kepada Tuhan kepada kita diridhoi olehNya. Contohnya adalah kelalaian kita terhadap barang yang tidak dijaga dengan baik dapat menyebabkan pencurian namun bukan berarti si pencuri mendapatkan keberkahan dari hal tersebut. 
(mengutip pernyataan Dr. Arief Munandar).


Kami ber-4 mendapatkan tempat duduk di KCL tersebut.
Saya duduk di paling pinggir di dekat pintu masuk-keluar KCL dan disamping Pak Taufik dengkan antara Yuvita-Luluk dan kami dipisahkan oleh 1 wanita. Entah mengapa saya meletakkan tas diatas tanpa perasaan apapun, memang tas tersebut (dapat dikatakan) berisi amat sangat lengkap untuk kebutuhan seorang (mantan) mahasiswa.



alat elektronik
barang stak tergantikan
catatan penting
perlengkapan diri
1.        Laptop Toshiba 14’
2.        Mouse Logitech
3.        Flashdisk Kingston 8GB
4.        Kabel LAN 2 meter
5.        Card Reader
6.        Charger Nokia 6120C
7.        Kabel Data 6120C

1.        Jaket kuning FEUI 2008
2.        Buku Saku Pengurus BEM FEUI 2010 - 2011
1. Catatan perjalanan   Newmont Bootcamp 4
2. Catatan bedah film  Freedom Institute
3.        Materi ekonomi paket C
1.        Buku tabungan BRI
2.        SIM A & SIM C
3.       Pas photo lengkap BW & FC, 3 ukuran
4.        Al Quran Bayan
5.        Al Ma’tsurat
6.        ATK Lengkap
·   Papan berjalan
·   Spidol
·   Streples
·   10 Pensil HB & 2B
·   Rautan
·   Penghapus khusus
·   6 pulpen baru
  


Pak Taufik & Yuvita turun duluan di Stasiun Bojong Gede sedangkan saya & Luluk masih melanjutkan perjalanan dengan dipisahkan oleh 1 orang perempuan. Saya ingat betul, ketika Luluk turun di Stasiun Universitas Indonesia saya masih yakin tas saya berada di tempat menaruh tas yang berada di atas kepala. Mendekati stasiun tujuan saya, Stasiun Lenteng Agung, saya mencoba menutup mata sejenak setelah dari Stasiun Universitas Pancasila karena lelahnya aktivitas di hari Sabtu tersebut.

Betapa kagetnya saya, 
Sesaat ketika pintu kereta terbuka tandanya sudah tiba di Stasiun Lenteng Agung dan saya pun berdiri, saya mendapati tidak adanya tas tersebut ditempat menaruh tas.


Saya bertanya kepada bapak yang ½ tua yang duduk tepat disamping saya mengatakan tidak melihat tas diatas saya, begitupun 2 remaja putri yang sedang berdiri di dekat pintu masuk-keluar kereta commuter line. Ternyata pencuri menaruh tas di dekat kaki saya untuk mengelabui penumpang lain bahwa tas tersebut milik saya. Sesuai dugaan saya, tas tersebut pun berisi barang-barang tidak jelas dari kosmetik wanita, 2 mug, hingga tempelan kertas warna-warni.

Seisi 1 gerbong kereta mulai memperhatikan saya yang kebingungan.

Ada bapak yang memberitahu saya seorang mas-mas dengan kaos dan sepatu warna biru keluar membawa tas yang diangkat dari atas tempat menaruh tas.

Detik itu juga, badan saya lemas dengan kepalan tangan yang mengeras. 
Di benak saya, seberapapun kerasnya usaha untuk mencari sang pencuri. Hasilnya nihil.


Entah mengapa ada rasa sesal yang disematkan dalam diri namun juga dialamatkan kepada Sang Tuhan Maha Esa. Mungkin karena akhir-akhir ini (sejak awal tahun 2015) mendapatkan berbagai hal yang tidak sesuai angan-angan.

Rasa sesal yang bermula dari kebencian & bermuara pada rasa ketidakadilan, bahwa Tuhan telah memberikan cobaan atau kasih sayang yang tidak adil kepada hambaNya. Disatu sisi saya sangat takut jika hal tersebut merupakan kompensasi yang didapat dari menyembah Tuhan hanya di tepi saja.

Banyak kecemburuan di hati yang sudah lama tertanam karena terlalu lama mengok ke atas. Mungkin hal yang sama dengan keraguan yang pernah digambarkan oleh Soe Hok Gie dengan lambaian-lambaian di pintu idealismenya. Saya tahu bahwa akan menjadi hal yang berbahaya ketika hal tersebut bermetamorfosa secara perlahan namun sempurna untuk seukuran penyakit hati. Entah mengapa. Setan nampaknya juga berhasil membakar kebencian saya malam bahas tersebut. Rasa kehilangan yang membakar menjadi akar keputusasaan.



|| Tengoklah ke Bawah ||

Malam ini rasanya perasaan tersebut berubah seketika,
Walau Bang Arief mengajarkan mengenai keikhlasan merupakan hal yang mudah diterima sebagai pengetahuan namun rasanya tetap saja sulit diaplikasikan sebagai sebuah hal yang rasional. Terlebih ketika dikaitkan dengan teori positivisme ketuhanan.

Malam ini, ketika membaca sebuah thread dari website Kaskus berikut ->
http://www.kaskus.co.id/thread/55059e55902cfe066e8b4568/agus-si-penjual-pulsa-dari-jepara/ mengenai “Agus Si Penjual Pulsa Keliling dari Jepara”


Entah mengapa,
Hati ini mudah sekali luluh,
Setelah selama ini sering sekali mendongakkan kepala ke atas, saya harus mulai perlahan untuk kembali menengok ke bawah. Bahwa Tuhan tidak memberikan takaran keadilan berdasarkan hasrat manusia. Di setiap hal yang kita dapatkan, yang saya gagal meraihnya, yang berujung pada kekecewaan, yang bermula pada kebaikan, yang diselingi kesombongan, rasanya disitulah fitrah manusia yang membedakan kita terhadap Malaikat yang terus menerus bersujud kepadaNya tanpa mengenal akal pikiran.

Malam ini kembali rasanya saya dihadapkan pada sebuah logika rasa
Apakah akan terus melanjutkan kemurungan yang telah mendera selama 3 hari ini karena kehilangan sesuatu yang (amat sangat) berharga atau terus berjalan walau merangkak sekalipun tetap bergerak disaat orang-orang yang sedari awal kehidupannya memiliki keterbatasan dan terus berjuang meraih hal yang diinginkan.



Seorang sarjana, lulusan S1 FEUI, hidup di kota besar, organ tubuh yang (insya allah) masih lengkap tanpa kecacatan, panca indera (insya allah) masih normal, merasa putus asa dengan kesialan yang baru didapatkannya karena pencurian di kereta. Sudah murung selama 3 hari ini sejak hari Sabtu lalu,

Pak Agus, tinggal di kota kecil, dan mungkin ribuan lainnya yang kurang beruntung, hidup dengan kursi roda, kekurangan fisik semenjak lahir atau kecil, terus mengayuh semangat hidupnya di atas kursi roda dengan berjualan pulsa berkeliling di sekitar alun-alun Jepara sepanjang pagi-siang atau bahkan malam.




Sejujurnya,
Tentu saja ada rasa penyesalan tingkat dewa ketika kehilangan barang-barang yang ada di dalam tabel tersebut namun setelah membaca thread di Kaskus rasanya lubang di hati ini serasa terisi kembali walau secara perlahan. Belajar keikhlasan bukan sebatas dari buku atau kitab para sufi namun harus dilalui dengan penuh kesabaran.

Selama 3 hari belakangan pun terjebak dengan kata-kata seandainya, jikalau saja, coba saat itu, atau kata-kata penangkis takdir lainnya yang dapat menciptakan jarak dengan Tuhan.

Pesan moral cerita ini adalah Hati-Hati di KCL. Tas dibekap saja seberat apapun itu!

Kita pasti pernah 
Dapatkan cobaan yang berat 
Seakan hidup ini 
Tak ada artinya lagi 

Syukuri apa yang ada 
Hidup adalah anugerah 
Tetap jalani hidup ini 
Melakukan yang terbaik  

Tuhan pasti kan menunjukkan 
Kebesaran dan kuasanya 
Bagi hambanya yang sabar 
Dan tak kenal putus asa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar