|| 2015 - Agustus - 1 || Menemukan Tuhan

Pk 15.02, 2 Agustus 2015
Menemukan Tuhan






“kenapa gw memilih jalan ini, boi, gw merasa sangat dekat hingga gw yakin bahwa gw dapat menemukan Tuhan di tempat tersebut”



Sabtu, 1 Agustus 2015, sesaat setelah bertemu di Masjid Universitas Indonesia untuk berbincang bersama beberapa teman lainnya membicarakan pendakian #naikGunungCiremai, salah 1 sahabat yang sudah saya anggap sebagai seorang saudara ini melontarkan ucapan diatas. Ucapan yang sejatinya tidak saya duga sama sekali, melihat latar belakang keluarganya yang sangat baik dalam hal agama.

Sekitar pk 19.47 kami berbincang cukup lama dari makan di tampat makan langganan di Kutek hingga di emeran masjid Muhammadiyah, Kutek. Lama sekali kami berbincang hingga masalah-masalah yang berkaitan dengan pribadi, idealis, hingga agama.

Dia anak FEUI, angkatan 2009, saya lebih nyaman jika menyebutnya dengan Mr.A di dalam tulisan ini. Banyak sekali dia memberikan sudut pandang mengenai bagaimana seharusnya hidup ini berjalan (menurut pandangannya),


“setiap lw ingin melakukan sesuatu, boi, gw yakin bahwa kita harus mampu menemukan jawaban dari pertanyaan, Apa tujuan hidup lw? Kenapa lw melakukan itu anu ini?”



Mr. A memang sedang melakukan perjalanan spiritual (sebutan yang saya sematkan) dengan mengikuti salah 1 program keagamaan yang diharuskan sangat fokus pada 1 hal di daerah TB. Simatupang. Buat saya pribadi tidak mengherankan ketika dia mampu menemukan Tuhan yang dia cari, sesuatu yag mungkin sangat sulit didapatkan ketika kita berada dalam aktivitas yang monoton dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan sesama manusia dan segala aktivitas modern di zaman yang penuh kegilaan ini.

Tapi saya berpikir,

Apakah memang Tuhan akan adil terhadap umatNya yang berada dalam kondisi jauh dariNya? Apakah Tuhan akan meninggalkan seseorang yang sedang lupa padaNya? Apakah Tuhan hanya bisa ditemukan pada tempat-tempat yang teduh, suasana temaram yang penuh kekhusyuan, kondisi yang penuh keintiman di tengah malam dengan mengangkat tangan untuk meminta kepadaNya? Apakah memang seperti itu Tuhan menciptakan suatu aturan bahwa untuk menemukanNya kita harus melepas atribut yang digunakan saat ini (?)

Bagaimana saya bisa menemukan Tuhan di pasar, di terminal, di stasiun, di himpitan penumpang bus Transjakarta, di tengah-tengah kolam renang, di antara tumpukan tugas kantor, di ujung kemacetan jalan, di dalam aktivitas gedung pencakar langit, di sudut-sudut ibukota tempat sampah-sampah menggunung, di pinggiran kali ciliwung Kampung Pulo (?)

Ada rasa iri menyeruak & memenuhi ruang hati saya yang kosong dengan kondisi Mr. A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar