|| 2017 - Maret - 12 || #Metalliqo, Abang (Dr.) Arief Munandar - Part 1

Pk 07.15, 12 Maret 2017
Abang (Dr.) Arief Munandar - Part 1






Gw amat sangat jarang menulis yang mengarah ke personal langsung, namun kali ini rasanya ada desakan kuat untuk menulis tentang sosok ini. Mungkin karena dipicu sama kondisi hubungan gw dengan belau yang fluktuatif. Sejak mengenal beliau sekitar tahun 2009, maka gw ga tahu kira-kira akan ada berapa bagian tulisan hasil dari pikiran yang labil ini, bukan ababil, apalagi para cabe-cabean. Dari sejak anaknya masih di SMP sampai 1 almamater, dan akhirnya dia menikah duluan maka dari sejak itulah gw mengenal beliau namun masih saja sering membangkang, Hehehe...

Dari sejak tahun 2009 kenal, gabung, dan suka diskusi sama beliau, kayanya awal tahun 2017 ini adalah tahun yang paling berada di titik nadir hubungan gw dengan beliau. Sebelumnya memang naik-turun juga sebagaimana iman, tapi kayanya sekrang mulai disorientasi.

Awal tahun 2017 ini, Shafa Community mendapatkan kepemimpinan baru, seorang yang sama sekali ga gw duga, orangya dulu cenderung fair sama berbagai isu politik kampus, jadi sedikit agak resisten dengan kepemimpinan di BEM UI yang mana pernah ada pernyataan satir bin sarkas bahwa “…andai yang dimajukan jadi kandidat Ketua BEM UI itu tutup botol pun pasti bisa menang…”, nah kalimat itu yang dikritisi oleh si 1 orang ini, Muhammad Fadel Noorsal.

Gw & Fadel pernah bergabung dalam 1 league atau universe yang membuat kami jadi cukup dekat, dan suka bertukar pikiran, namanya UI-Leadership Development Program dari Direktorat Kemahasiswaan UI. Orangnya fair karena cerdas & agak ngeselin mungkin, haha.. Ini kenapa tulisan malah ngomongin dia ya.. *teguk paracetamol*

and the story begins…..






|| Sebuah awal mula, Sebuah cerita, Maghrib Mufe 2009 ||
“…Gih, mau ikutan ga? Gw sama Bang Arief diajak Al (Ketua BEM FEUI 2006, -red), di daerah Komplek Timah Kelapa Dua. Klo mau sekarang barengan nih sama Ijul juga. Kalo mau bareng sama gw, Ijul kan bawa motor sendiri, tiap Rabu malem ba’da Isya, kita berangkat abis maghrib aja dari Mufe biar ga telat”, ajak Lugas yang ga suka basa-basi.

Tahun 2009 pertama kali mendengar nama beliau, Arief Munandar. Buat gw yang lagi doyan ikutan organisasi & kepanitiaan ini-itu jarang banget dengar nama beliau entah sebagai pembicara atau undangan lainnya. Gw sebenarnya suka sama diskusi mengenai keagaaman sejak mulai SMA, sebenarnya mungkin bisa sejak SMP karena gw suka menyendiri di Masjid SMPN 3 Jaksel, sembari memandang teman2 bermain di lapangan dari jendela masjid, sembari menitikkan air mata dan berujar dalam hati, “..kapan aku bisa bahagia seperti mereka?...”. Ini kenapa tulisannya belok malah ngomongin masa suram *fokus* *makan supermi*

Sejak SMA kelas 1 sampai kelas 3, gw suka diskusi sama beberapa orang tentang agama, persahabatan, bola, sampai perempuan *ambil tasbih*. Yang gw tunggu-tunggu adalah pas hari Sabtu, pk 09.00 bertemu para senior di sekolah, diskusi ini-itu kaya diatas, jalan-jalan ke kampus orang, sampai maghrib, sampai menginap di rumah teman. Benar-benar melepas penat karena bosan sama pelajaran. 3 tahun memiliki pola diatas sampai lulus kuliah benar-benar membuat gw ga bisa move-on dari kenyamanan cara berteman kaya begitu. Bahkan yang penyebab mendapat berbagai pencapaian di SMA sampai masuk FEUI ya karena motivasi yang didapat dari pertemanan dengan gaya begitu. Tapi ini bisa menjadi masalah…..

Shifting yang gw lakukan dari gaya pertemanan kelompok saat SMA ke kuliah cukup berbeda dari segala sisi. Entah, mungkin ini yang gw rasakan secara pribadi. Kalau orang semisal Lugas ga mengalami itu saat SMA jadi ketika pertama kali ikut sama Bang Arief ga akan mengalami yang namanya shock culture, terutama karena memang sifat pertemuan tersebut yang beberapa kali berdikusi tentang arah politik, sedangkan gw mencoba mencari pertemuan yang juga mengakomodir pertemanan & keakraban diantara anggotanya.

Kalo ga salah, di tahun 2009 itu gw ga secara otomatis menerima ajakan Lugas untuk gabung ke diskusinya Bang Arief Munandar. Gw coba tanya beberapa orang tentang profile dari beliau dan ga banyak di saat itu yang cukup mengenal beliau, karena memang belum masuk ke lingkungan kampus dengan intensif walaupun sebenarnya kami 1 almamater. Beliau lulusan FEUI angkatan 1990 atau 1992 gw agak lupa. Tapi intinya beliau belum cukup tua *sungkem*

Gw mempertimbangkan 3 hal sebelum mengiyakan ajakan Lugas,
1. Kayanya gw butuh wadah sebagaimana saat SMA dulu di tengah tekanan pelajaran kampus
2. Semester 1 gw menggugat ekistensi gw di kampus terbaik, “kenapa gw bisa masuk sini?”,
daripada pertanyaan itu muncul terus & membenamkan gw maka gw cari pelarian dulu
3. Gw butuh orang yang bisa meyakinkan diri untuk menjaga hubungan dengan Allah SWT



|| Berangkat Bareng Lugas, Maghrib Mufe 2009 ||
“…Gih, buruan, keburu telat nih datengnya nanti di rumah Bang Arief…”, kata Lugas yang ga suka berkata-kata. Dari nadanya Lugas, gw menangkap bahwa ada kesan bahwa di kelompok ini sangat menghargai setiap waktu, “wah.. ga gue banget nih!”, dalem hati gw berontak, Hahaha… Boncengan naik motor sama Lugas buat ke 1 daerah yang ternyata dekat dari kampus, daerah Komplek Timah yang kesannya kok suasananya tenang ya.

Saat masuk ke ruang diskusi di lantai 2 rumah beliau, gw sama sekali ga kenal wajah orang-orangnya, bukannya karena bermuka rata apalagi bermuka dua, tapi dari struktur & keriput wajahnya tergambar bahwa ini para senior semua, “Damn Lugas! Gw lupa tanya profile orang-orang yang udah gabung kaya gimana”.

Sekitar pk 19.05, di salah 1 bulan pada kuartal ke-3 tahun 2009, gw pertama melihat & kenal Bang Arief Munandar, saat beliau masuk pasca shalat Isya klo ga salah. Kesan pertama yang muncul adalah orangnya pasti tersenyum saat pertama bertemu, tapi ada aura kuat tentang ketegasan dari genggaman tangan beliau.

“Silahkan Singgih untuk memperkenalkan diri ke teman-teman yang lain ya…”, kata Bang Arief yang ngomong aja masih senyum.

Perkenalan dimulai setelah satu per satu selesai membaca Al Quran, sebuah “ritual” yang sama dilakukan saat diskusi SMA dulu. Setelah selesai perkenalan diri, eksplor sedikit tentang masa SMA gw,, beliau mulai menjelaskan gambar anak panah yang saling menghubungkan antar tulisan Arab, yang di kemudian waktu gw mengenalnya dengan istilah rasmul bayan.

Sifat diskusi malam itu terstruktur, cerdas, arah keagaamannya kuat, dan disiplin. “Afwan ya sekalian, Bang Arief mungkin belum bisa membaca al quran tidak sebaik Aliq atau Thoha, tapi kita bisa membiasakan diri setidaknya minimal membaca quran 1 ayat/hari supaya ada improvement dari hari ke hari”, itu pesan Bang Arief yang gw ingat sampai saat ini.

Pas pertemuan pertama itu gw ngelihat dengan mata kepala sendiri hal yang diharamkan saat diskusi SMA, yang mana jika terjadi maka terjadilah kenalakan remaja yaitu memercikkan (atau menyiram air yang diambil dari tempat wudhu) ke wajahnya, Hahaha.. Kalo diinget lagi, konyol itu dengan kedok keagamaan bisa ngejahilin temen, Hahaha… Tapi Bang Arief kayanya tenang aja pas ngelihat teman 1 kelompok itu ngantuk & kadang sampai memejamkan mata, agak heran gw tentang tingkat kesabaran beliau.







|| Penutup Cerita, Ingin kembali ke 2014-2015? ||
Mungkin gw akan melanjutkan kisah perjalanan perkenalan dengan Bang Arief di kemudian hari lagi, kondisi yang berada di titik nadir ini dipicu sama keadaan diri yang benar-benar lagi mencari model pembagian waktu terbaik antara akhirat & dunia.

Gw mencoba membongkar semua kenangan dan tulisan materi diskusi yang pernah gw dapatkan dari Bang Arief. Dari kesemuanya, gw sampai pada 1 kesimpulan bahwa kondisi terbaik bersama Bang Arief malah terjadi di saat terjatuhnya kondisi gw di titik terendah, dan itu terjadi di masa transisi (dan pada catatan diskusi) tahun 2014.

Gw pernah bertanya tentang hal ini ke Bang Arief mengenai sifat dasar manusia saat ditimpa cobaan hingga musibah maka mendekat ke Allah SWT, khawatir menjadi manusia yang menyerempet ke munafik, saat segala hal menjadi cinta karena ada maunya. Bang Arief pernah memberi jawaban yang singkat namun menohok gw, mengutip dari surah Yunus ayat 12, surah Al Hajj ayat 11, & surat Ali Imran ayat 190-191.


Pada suatu hadist, Rasullullah SAW pernah bilang kalo beliau paling khawatir ketika umatnya dihadapkan pada dunia yang lapang. Serupa dengan turbulensi diri dari tahun 2014, 2015, hingga 2017 ini. Dari seluruh hasil diskusi sama Bang Arief sejak tahun 2009, maka 1 materi tentang 3 surah tersebut yang sangat teringat & menjadi pegangan ketika nyaman di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar