|| 2017 - Maret - 12 || #Ngigalau, Keinginan S2 Muncul Kembali

Pk 10.15, 12 Maret 2017
Keinginan S2 Muncul Kembali






“…Singgih, kalau kamu ada rezeki, baiknya kamu langsung lanjut S2 saja, tapi kamu juga harus melihat kepentingan orang tua, kalau kamu mau kerja dulu lalu lanjut kuliah itu lebih baik karena ketika kamu kuliah S2 maka sudah memahami bagaimana knwledge tools itu bisa dimaksimalkan. Kalau saya dulu setelah kuliah S1, menimbang keadaan orang tua yang masih mampu & akan pensiun maka saya nembak saja langsung lanjut ke S2 di Universitas Wollongong, Australia…” (nasihat bijak Ibu Amilia Yasmi, HRBP Alstom Grid Indonesia di tengah antusiasme mengerjakan Proyek Magang, November 2013).

“…Pokoknya niatan & target saya adalah membuat Singgih melanjutkan sekolahnya S2, biar jadi akademisi, kalau perlu bisa jadi asisten dosen di Kelas Internasional FEUI dulu…” (pernyataan Bapak Harryadin Mahardika di depan teman 1 tim proyek pasca shalat Ashar, di musholla FKUI, pasca selesainya proyek Dewan Guru Besar UI, Desember 2013).

“…Gih, lw kenapa ga apply S2 aja? Coba aja dulu, kan pas lulus dapet ini itu pas kemarin, organisasi juga cukup lah, surat rekomendasi juga bisa lah dari departemen lw, LPDP lagi bukaan terus itu. bisa deh, Apply gih…” (kata Bang Akbar Nikmatullah Dachlan di depan Toko Buku Leksika Gd. PPIM FEUI, Mei 2014).

“…Apalagi ini yang kanda satu ini tunggu, coba aja diambil dulu tawaran Bang Adin, ikut seleksi dulu aja kanda. Siapa tau nanti jadi Asdos di KI FEUI, wawancaranya cas cis cus, bisa lah sesuai pengalaman, nanti jadi bekal buat S2…” (dorong Muhammad Fadli Hanafi pas makan siang di Kafe samping Toko Buku Leksika Gd. PPIM FEUI, Juni 2014).

“…Gih, gaya bahasa lw itu unik ya, Gih, Hahaha… Lw ga mau lanjut S2? Coba aja Gih ke luar, kalo gw alhamdulillah masih ada dana dari orang tua jadi bisa langsung kejar ambisi (canda Mekhdi Ibrahim Johan, 1 mobil pas proyek Unlimited Insights & Co, Agustus 2014).



|| Kesadaran akan Ketidakjelasan ||
3 pernyataan diatas muncul disaat saya belum mampu melihat masa depan dengan jelas. Hal tersebut wajar sebab saya pun belum bisa memutuskan kemana langkah pasca kelulusan, ingin mengejar ketertinggalan karier dibandingkan teman-teman seperjuangan seperkonyolan seorganisasi dulu atau sekedar memenuhi ekspektasi orang-orang disekitar yag mana saya belum ada ambisi untuk S2. Bagaimana ingin S2 sedangkan saat S1 saja pikiran saya sibuk kesana kemari menjustifikasi diri secara inferior untuk mampu menyerap pengetahuan yang ditawarkan dosen terbaik di fakultas terbaik ini. Memilukan sebenarnya.

Dulu, atau tepatnya tahun 2012-2013 mungkin, saya pernah memiliki impian untuk S2 di bidang Social Entrepreneurship di Yale atau Hult University saya agak lupa dimana ada 1 kampus yang khusus mempelajari hal tersebut. Hal tersebut muncul untuk memenuhi ambisis pribadi dalam menyempurnakan keingintahuan dan praktek di lapangan dalam melakukan kodratnya mahasiswa sebagai agent of change dengan berbagai proyek yang saya lakukan.






|| Itu Keabsurdan Dulu, Sekarang Jadi Berbeda ||
Entah kenapa semakin menjadi-jadi walaupun hanya diawali pertanyaan sederhana oleh Dosen Makroekonomi FEUI di status fb yang diunggah namun membangkitkan keinginan yang dulu sekali pernah ada namun tertutupi fakta ambruknya sisi akademik. pertanyaan beliau sederhana, “Insya Allah, kapan melanjutkan sekolah Singgih?”. 1 pertanyaan namun dalam seperjuta sekian detik langsung terangkai semua kenangan pernyataan, dorongan, maupun dukungan yang pernah muncul untuk lanjut S2.

Jika kata kuncinya passion maka saat ini serasa Tuhan YME menjawab doa yang pernah diucapkan dulu tentang keputusan dariNya yang menjebloskan saya di BUMN ini. Gugatan itu hampir mencapai titik kebencian dan ketidaksukaan terhadap Sang Pencipta. Namun kasih sayangNya benar-benar tidak terhitung walaupun harus memaksimalkan fungsi otak untuk mendapatkan jawaban dari keputusanNya.

Entah mengapa saya tertarik pada bidang Risk Management, jika di industri Perbankan pasti sudah banyak orang yang berkerumun disitu, namun di bidang non-perbankan rasanya bisa jadi penguatan karier, terlebih di BUMN ini dapat dikatakan tertinggal dibandingkan yang lainnya. Secara SDM maka sudah sangat jelas dibutuhkannya dedicated people untuk menanamkan budaya sadar akan risiko disini, jika berhasil maka akan jadi legacy yang sangat bermanfaat.

Beberapa teman menyarankan untuk mengambil sertifikasi bidang manajemen risiko namun keinginan S2 nampaknya juga dibutuhkan dalam memicu cara berpikir dan menambah konektivitas yang bak bagi tujuan hidup kedepannya. Selain, karena ingin membalas berbagai kekurangan saat S1 dulu.






|| S2 Dalam Negeri atau Luar Negeri ||
Sebagian besar atau bahkan 99% lulusan FEUI pasti inginnya dan diracuninya untuk S2 luar negeri, saya paham sekali akan hal tersebut. Untuk mencari hal-hal baru diluar sana, apapun itu dari mulai budaya, cara belajar, cara berkelompok, menjadi minoritas, hingga cara mencari uang saku tambahan pasti akan sangat bermanfaat ketika kembali ke Indonesia.

Namun,
Kondisi realistis yang terjadi saat ini adalah masih terikatnya kontrak hingga tengah tahun 2018 di BUMN ini atau harus (kalau tidak salah) 5 tahun dulu disini baru mendapat cuti pendidikan. Tentu hal tersebut akan semakin menghambat pencapaian karier kedepannya (menurut saya). Sehingga hal tersebut masih menghalangi niatan dan usaha saya untuk apply S2 LPDP ke luar negeri. Di lain sisi, sertifikasi yang dapat diambil di dalam negeri membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga akan mencoba apply training dari perusahaan saja, pernah 1x ikut training & sertifikasi ISO 31000 namun serasa tidak serius mengikutinya. Benar2 Bodoh!

Sekarang berada pada persimpangan, apakah akan apply LPDP untuk PTN di dalam negeri, ataukah Luar Negeri. Jika PTN dalam negeri maka akan mencoba MMUI Kekhususan Manajemen Risiko untuk menjawab status FB Oktober 2014 dulu, Hehehe… Sedangkan kalau di luar negeri, sama sekali belum ada gambaran. Terlebih ketika memasukkan variabel menikah, maka akan semakin kompleks pertimbangannya, mana yang harus didahulukan. Jadi ingat pesan Bang Arief Munandar, "Ingat Proyeksi, Proteksi, & Prestasi".

Namun segala hal bisa saja berubah… Entahlah… Semoga bara niatan ini masih dapat dijaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar