|| 2014 - September - 1 || Cerita 1. Sebuah Awal, Sebuah Kisah

Pk 15.15, 1 September 2014
Cerita 1. Sebuah Awal, Sebuah Kisah






|| Pertengahan 2011 ||
Masih teringat jelas pada sebuah malam purnama saya terjebak perbincangan dengan salah seorang penghuni kosan para tuna jomblo dan dhuafa rindu. Pada malam yang mencekam tersebut, di sudut Kukusan Teknik, kami terlibat perbincangan yang hampir saja membuat darahnya halal buat saya karena mengucapkan kata-kata terlarang bagi para mahasiswa pencari suaka IPK.

Dulunya dia adalah para pemimpin makhluk astral di fakultasnya, memimpin jiwa-jiwa bebas yang suka bertebaran di pinggir jalan Medan Merdeka untuk menurunkan harga BBM sampai menuntut kenaikan IPK hingga dirinya banyak dipuja oleh para lelaki dan dicaci para wanita (menyedihkan, bukan?)

Kita sebut saja dirinya sebagai Dia-Yang-Tak-Boleh-Disebut-Namanya atau bisa disingkat menjadi Akh Akew.

Kebetulan di pertengahan tahun 2011 tersebut saya sedang menjabat sebagai Manager of Corporate Relationship pada sebuah program petinggi UI yang mana pernah membuat Akh Akew -sebagai pimpinan menengah- terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Pada malam purnama, kami berkhalwat, bercengkerama membicarakan masa depan yang masih buram.

Dengan penuh kekejian dirinya membuka perbincangan dengan pertanyaan.

Akh Akew : Jadi gimana kabar lw, Gih? Semua hancur? Hahaha...
Penulis : Ada perbedaan gaya kepemimpinan di program ini sepeninggalan lw
Akh Akew : Memang keadaan program gimana?
Penulis : ya begitulah... anyway... Gimana dengan rencana D3 lw?
Akh Akew : Siaaal! *cetus dirinya dengan gaya khas menjambak rambut sendiri*
Penulis : Hahaha... Lagian mau S2 malah salah ambil strategi. Rasakan.
Akh Akew : anyway... Gimana kabar skripsi lw Gih?
*kemudian terdengar suara lolongan para tuna jomblo, mencekam!*

Penulis : Sejujurnya gue belum sama sekali terpikirkan. Kadang ada rasa cemburu dengan teman-teman yang sudah mulai magang atau bahkan mencari jurnal. Beban gue di Sosmas BEM UI cukup rumit, program kerjanya memang excited tapi sejujurnya menyita tenaga, waktu, dan pikiran. Kemungkinan gue di-extend hingga 4,5 tahun.

Akh Akew : Broh... Gue kasih tahu ya. Lulus pas semester ganjil itu ga enak. Bayangin, dinyanyiin sama sedikit maba, sepi kaya hati lw, belum yang diwisuda juga ga rame. Bayangin orang tua lw dateng & ngelihat itu semua ga serame pas lw daftar ulang maba dulu.

Perkataan filsafat tipu muslihatnya seperti meneguhkan bahwa dialah Sang Pendiri Gerakan ISIS* (Ingat Skripsi! Ingat Skripsi!). Semenjak perbincangan sengit tersebut, kami jarang berbincang serius. Semua berubah sejak negara api menyerang, dengar-dengar dari Pos Kota, Akh Akew ditawan oleh Pangeran Dzuko dan dikembalikan ke tempat asalnya, Pulau Digoel.

Logis memang, mahasiswa mana yang tak ingin membuat bangga dan membahagiakan orang tuanya dengan euforia kelulusan maupun prestasi yang dapat tercipta untuk menutup kenangan masa kampus. Lulus di semester ganjil akan terasa hambar.



|| Awal 2012 ||
Pada bulan Januari 2012 program Gerakan UI Mengajar alhamdulillah berhasil dieksekusi. Terimakasih untuk Pertamina yang telah menjadi sponsor utama membiayai sebesar Rp 97,5juta dan tim Kurona Moulisa - Hana Bilqisthi yang telah menjadi gerbang sponsor tersebut untuk program Centre of Entrepreneurship mendapatkan Rp 25juta untuk kemudian baru saya tawarkan tambahan menjadi sponsor GUIM selepas presentasi COE.

Disaat euforia pelaksanaan berbagai gebrakan gerakan sosial terserak di social media hingga saya mendapatkan sebutan “Artis Twitter” (entah ini bermakna positif atau negatif) kadang terbersit rasa iri dengan isi timeline maupun newsfeed yang menginfokan progress skripsi atau bahkan ada yang sudah mendapatkan toga, yang mungkin beli di Universitas Pancasila.

Selama 1 bulan di wilayah Pameungpeuk, Desa Bojong, Garut saya menjadi supervisor yang bertugas mengarahkan (dan kadang berlebihan dengan menjadi penanggung jawab) juga untuk keselarasan perencanaan dengan eksekusi program di lapangan. Pada pertengahan Januari 2012 saya diharuskan untuk kembali ke rumah, ada agenda keluarga yang tak bisa ditinggalkan. Tepat malam hari, pada sebuah Bus Primajasa di daerah alun-alun Garut dengan cuaca sedikit gerimis, setelah men-tweet ungkapan betapa mantapnya progress Gerakan UI Mengajar di lapangan, saya mendapatkan sebuah sms dari seorang sahabat, mungkin sms yang kembali mengingatkan pada perbincangan dengan Akh Akew. SMS peringatan :

“Gih.. Apa kabar lw Boi? Gue lihat kayanya asik banget, seru ya ngejalanin aktivitas sosial lw. Gue cuman mau ingetin lw Boi. Jangan lupa sama akademik. Gue takut boi, kalau lw terlalu asik, dan berputar-putar pada aktivitas sekarang. Takutnya lw terjebak pada labirin yang gak berujung pada saatnya nanti, Boi. Gue cuman ingin sekedar mengingatkan aja Boi. Oke Boi. Sukses ya Boi. Gue doain semoga lancar dan berhasil Gerakan UI Mengajarnya”

Pada 1 titik saya merasa bahwa sms tersebut merupakan perhatian positif dari seorang kawan, sebuah teguran halus untuk kembali berkonsentrasi pada dunia kampus, namun kekhawatiran macam apa yang mampu membuat gelisah perasaan jatuh cinta pada 1 idealisme, saat itu.

“ Selama menjadi mahasiswa, yang saya pegang cukup 2 hal prinsip,
Yang saya percaya, yang saya yakini,

 bahwa saat KONTRIBUSI & KOMITMEN meningkat maka akan berbanding lurus dengan peningkatan KOMPETENSI & KOMPENSASI yang akan saya terima, di dunia-akhirat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar