|| 2015 - Februari - 3 || Acuhkan Perasaan Ini

Pk 18.30, 3 Februari 2015
Acuhkan Perasaan Ini






|| Pesan di Pagi Hari - Kepekaan ||
Seperti biasa, jalan di ibukota (definisi Ibukota dalam kalimat ini merujuk pada penafsiran dari para kelas menengah ngehe, salah satunya, yaitu dari PGC hingga Pasar Senen) pagi ini tidak nampak perubahan berarti sebagaimana kemarahan dan pencitraan yang dilakukan oleh Bapak Ahok di media massa -yang bagi saya pribadi- hanyalah tameng dari segala ketidakmampuan beliau untuk memengaruhi orang yang mengenal beliau untuk ikut berubah.

Rasa-rasanya akhir-akhir ini saya merasa lebih peka.
Kepekaan ini semakin teruji di jalanan ibukota kala sinar matahari menggenggam para warga Jakarta yang berdesak-desakan di dalam angkutan umum, berpeluh di jalanan dengan kepulan asap jahanam kendaraan pribadi (maupun metromini busuk yang seharusnya sudah diganti) sesama pekerja yang tidak ingin telat masuk kantor, dan karena belum biasanya saya untuk membunuh perasaan benci ini. Entah apa muara dari kekalutan ini..

30 menit yang lalu jarum jam dinding menunjukkan pk 09.15
Aku tak pernah lupa untuk melihat jam dinding sebelum pergi kemanapun
Semacam ritual yang jika ditinggalkan maka siap-siap saja setan jalanan akan menggodamu untuk memacu kendaraan pribadi dengan penuh hawa nafsu. Terlambat. Itulah penyebabnya.

Aku mengendarai motor Supra-X hitam merah keluaran terbaru,
Selepas melewati jalan khusus komplek militer Halim, sudah saatnya memindahkan ke gigi 3, menghindari kepulan asap laknat dari angkot 01 hingga metromini jurusan Kampung Melayu di sekitaran Pusat Grosir Cililitan.

“...Pk 10.30 setidaknya harus sampai gedung itu...”, batinku berbisik mengancam.


Hari ini aku ada janji cukup penting Pk 11.00 dengan seseorang di gedung tepat di samping patung tugu tani, masih agak dekat dengan Hotel Aryaduta. Sebuah hotel dengan saksi bisu kebencianku terhadap mahasiswa-mahasiswi yang mengatasnamakan diri aktivis (yang menurutku lebih tepat disebut aktivis brengsek karena bualannya menutupi selimut otak mereka), lain kali aku akan menulis khusus mengenai Konferensi Mahasiswa Indonesia 2011.






30 menit sebelum pertemuan dimulai,

Ada rasa ragu untuk melangkahkan kaki ini dari basement tempat parkir motor untuk langsung menuju ruang pertemuan di lantai 2. Saat melewati rumah mungil tuhan di pojokan gedung, rasa-rasanya sudah lama tidak menyapa Dia di waktu seperti ini. Kenapa tidak...

Sama seperti rumah tuhan lainnya, keadaan diluar sepi hanya ada 3 pasang sepatu pantofel hitam. Faktor jam kerja memang memasung hak karyawan untuk bercengkerama dengan penciptaNya di waktu produktif tersebut

Setelah bersuci, aku memasuki rumah mungil Tuhan. Bau khas karpet memenuhi seisi ruangan karena mungkin faktor kencangnya dorongan angin sejuk dari AC di dalam. Pojok kiri belakang ruangan tersebut dibagi untuk kaum wanita dengan dibatasi sekat-sekat tinggi sehingga untuk masuk ke shaf pria seperti melewati lorong yang diapit antara dinding dengan sekat tersebut.

Langkah ketiga dari semenjak aku mendorong pintu masuk, setan sebagai makhluk yag menyukai perdebatan mulai menggugat langkahku.

“...Come on... ini sudah 25 menit menuju pertemuan... Langsung saja ke ruang tunggu daripada nanti telat. Tuhan memaklumi kondisi umatNya yang terburu-buru...”. Bujuk Setan


Tak terlalu kupedulikan,
Namun ada desir di dalam lubuk hati ketika langkah ini masuk ke shaf pria paling belakang.

Aku melihat betapa asyiknya 2 orang pemuda, sama sepertiku, saling bercengkerama sehabis melaksanakan perjamuan dengan Sang Pencipta, seolah dunia mereka tidak memiliki masalah, seolah kehidupan mereka berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun rapi. Apa mereka masih mau menyembah Sang Pencipta jika tidak dipenuhi rasa takut akan petaka? Masih berharap mendapatkan rizkiNya dengan menggadaikan ibadah untukNya?

Entah ini sebuah rasa cemburu, iri, dengki, kebencian, kesendirian, atau kutukan. Kepekaan di pagi hari ini memekarkan berbagai pertanyaan. Aku tak khusyuk untuk terus bercengkrama dengan Tuhan, dengan pikiran yang terus berkecamuk. Aku hanya sanggup bertahan pada 1 shift saja atau setara 2 raka’at.

“...Apa aku harus terus beribadah kepadaNya karena rasa penuh harap untuk mendapatkan sesuatu? Apa tidak bisa Engkau menyentuhku tanpa harus mengancam dengan rasa takut jauh dari keinginan dunia?...”







“...Apa itu ikhlas?...”
“...Apa Engkau (akan) membiarkan aku terus menyebut namaMu karena takut akan kesialan hidup yang sewaktu-waktu dapat Engkau timpa kepadaku?...”


Terus menerus gugatan tersebut muncul, membuatku tidak cukup fokus saat melakukan pertemuan selama 30 menit di lantai 2. Isi mulut kemana, isi hati memikirkan apa.

Aku sering sekali membaca dan mendengar nasihat tua bahwa keputusan terbaikNya kadang (atau bahkan seringkali?) tidak sesuai dengan keinginan tapi yang kita butuhkan, namun jika disampaikan oleh perantara tanpa bercengkerama langsung denganNya maka buat apa berbincang dengan orang yang tidak pernah merasakan penderitaan, kesendirian yang sama?






|| Iri ini Kembali ||
Jam digital di tangan kiri menunjukkan angka 12.00 saat aku meninggalkan gedung.

Selama 15 menit perjalanan denga motor Supra-X, HP yang kumasukkan di kantong sebelah kiri berbunyi terus-menerus tanda interaksi di grup whatsapp. Di perempatan lampu merah pasar Senen kubuka salah 1 pesan whatsapp. Pesan dari AkhBro Akew di salah 1 grup yang membuatku tersenyum, sekali lagi dia berhasil menanyakan pilar-pilar agama yang mungkin jarang disadari manusia lainnya.

“...Kenapa jika Islam mengenal keikhlasan dan ridha Allah sebagai reward tertinggi, namun Tuhan masih saja menciptakan Surga & Neraka?...” Tanya Akew penuh menggebu-gebu (seperti biasanya).


lalu ada yang menjawab,

“...niatan gw ketika beribadah, bukalah melulu tentang surga dan neraka tapi lebih karena keikhlasan sebagai hamba...” jawab seseorang penuh yakin


dan gw pun hanya tersenyum (sinis)

untuk kemudian bersiap masuk gigi 1 dengan hentakan langsung ke kecepatan 40 km/jam, mengeluarkan asap laknat untuk kelas menengah ngehe di belakang yang terus menerus memberikan klakson walau lampu masih berwarna kuning menuju hijau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar